Tak Semua Pedagang Online Kena Pajak! Ini Daftar Resmi Pengecualiannya Sesuai PMK 37/2025
![]() |
| Ilustrasi. Toko online (online shop). (Foto: Dok. AndreyPopov/Getty Images) |
SUARANASIONAL.ID — Pemerintah kembali memperbarui aturan perpajakan di ranah digital melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025.
Regulasi ini menegaskan mekanisme baru pemungutan PPh Pasal 22 bagi pedagang yang bertransaksi di marketplace atau platform digital.
Sistem yang sebelumnya mengandalkan pelaporan manual oleh pedagang, kini digantikan mekanisme otomatis—marketplace langsung memotong pajak saat transaksi terjadi.
Mengutip laporan Indonesia Baik, situs resmi yang dikelola Kominfo, skema pemungutan otomatis ini membuat proses perpajakan menjadi lebih efisien. Pedagang tidak lagi direpotkan kewajiban pelaporan berkala, karena seluruh perhitungan pajak dilakukan sistem marketplace.
Namun, aturan ini tidak menyasar semua pedagang online. Pemerintah tetap memberikan sejumlah pengecualian agar UMKM kecil dan transaksi tertentu tidak terbebani pungutan berlebih.
Skema baru, tapi bukan pajak baru
PPh Pasal 22 yang diatur dalam PMK 37/2025 bukanlah jenis pajak baru. Ketentuan ini merupakan penyesuaian dari aturan sebelumnya, dengan perbedaan signifikan pada pihak pemungut. Marketplace kini resmi menjadi pemungut pajak, menggantikan sistem lama yang mengandalkan kepatuhan individu pedagang.
Melalui sistem baru ini, pajak yang dipotong marketplace langsung tercatat sebagai kredit pajak yang nantinya diperhitungkan dalam laporan SPT Tahunan.
Bahkan, bagi pedagang yang mengikuti ketentuan dalam PP 55/2022, pungutan PPh 22 dari transaksi marketplace bisa bersifat final, sehingga beban administrasi menjadi semakin ringan.
Pedagang online yang bebas dari pemungutan PPh Pasal 22
Sejumlah pelaku usaha tetap mendapat pengecualian dari pemungutan pajak ini. Pedagang individu bisa terbebas dari PPh 22 asalkan memenuhi syarat berikut:
- Omzet tahunan di bawah Rp500 juta.
- Memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB).
Untuk mendapatkan SKB, mekanismenya cukup sederhana. Pedagang hanya perlu mengirimkan surat pernyataan kepada pihak marketplace sesuai ketentuan yang berlaku. Setelah disetujui, transaksi mereka tidak lagi dipotong PPh 22.
Jenis transaksi yang tidak dikenai PPh Pasal 22
Tidak semua transaksi digital relevan untuk dipotong pajak melalui marketplace. Karena itu, pemerintah menetapkan daftar khusus jenis transaksi yang dikecualikan dari skema pemungutan, di antaranya:
- Penjualan pulsa dan kartu perdana
- Penjualan emas atau perhiasan
- Pengalihan tanah dan bangunan
- Jasa angkutan oleh mitra ojek online (ojol)
- Jasa pengiriman atau ekspedisi yang dilakukan oleh orang pribadi
Kategori ini dikecualikan karena karakteristik transaksinya berbeda dan tidak sesuai skema pemungutan otomatis di platform digital.
Bukan aturan baru
Kementerian Keuangan menegaskan bahwa PPh Pasal 22 sudah berlaku sejak UU Pajak Penghasilan 1983. Yang berubah hanyalah mekanisme pemungutannya. Dengan melibatkan marketplace, pemerintah berharap pemerataan kewajiban pajak antara pelaku usaha digital dan konvensional bisa semakin tercapai.
Regulasi ini diproyeksikan mampu:
- Meningkatkan kepatuhan pajak secara proporsional
- Memperluas pengawasan aktivitas ekonomi digital
- Menutup celah shadow economy di sektor online
- Menyamakan kewajiban perpajakan antara pedagang digital dan konvensional
Pemerintah menilai bahwa sistem pemungutan oleh marketplace akan membantu menjangkau pedagang yang selama ini belum patuh karena proses administrasi yang dinilai rumit.
Dengan skema baru, kontribusi perpajakan dapat disesuaikan lebih tepat dengan kapasitas usaha masing-masing pedagang.
