BERITA UPDATE
ADVERTISEMENT

Penurunan BI-Rate: Peluang Stabilitas atau Awal Tekanan Baru bagi Rupiah?

Penurunan BI-Rate: Peluang Stabilitas atau Awal Tekanan Baru bagi Rupiah?
Ilsutrasi. Penurunan BI-Rate: Peluang stabilitas atau awal Tekanan baru bagi rupiah? (Dok. Ist)

SUARANASIONAL.ID - Bank Indonesia (BI) mengambil langkah strategis dengan memangkas suku bunga acuannya menjadi 5,50%.

Keputusan ini diambil sebagai bentuk respons terhadap prospek pelonggaran kebijakan moneter secara global serta sinyal kepercayaan terhadap kondisi makroekonomi nasional.

Namun, di tengah penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang masih berlanjut, keputusan ini memunculkan pertanyaan besar: apakah kebijakan ini justru membuka ruang bagi tekanan terhadap nilai tukar rupiah?

Risiko terhadap rupiah di tengah tren global

Menurut Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, keputusan BI menurunkan suku bunga berpotensi memberi tekanan terhadap rupiah apabila ekspektasi pasar tidak terkelola dengan baik.

Ia menekankan bahwa respons pasar menjadi kunci utama dalam menjaga kestabilan nilai tukar.

"Secara eksternal, penurunan BI-Rate bisa memberi tekanan terhadap nilai tukar rupiah jika tidak diimbangi oleh ekspektasi pasar yang terjaga," ujarnya kepada Liputan6.com, dikutip Sabtu (31/5/2025).

Kondisi global saat ini memperlihatkan penguatan nilai dolar AS, yang tercermin dari kenaikan indeks dolar (DXY) sebesar 0,22% secara mingguan, dari 99,11 menjadi 99,33.

Kenaikan ini menambah tekanan terhadap mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.

Rupiah masih terkendali, tapi perlu waspada

Kendati terdapat tekanan dari luar negeri, Josua menjelaskan bahwa kondisi dalam negeri masih cukup solid untuk menjaga stabilitas rupiah.

Cadangan devisa yang meningkat serta kembalinya arus modal asing ke pasar domestik menjadi penopang utama.

"Dengan demikian, risiko depresiasi rupiah masih dalam batas terkendali," tambahnya.

Meski demikian, ia mengingatkan bahwa jika rupiah terus melemah, maka sektor-sektor tertentu bisa terdampak secara langsung.

Industri manufaktur dan infrastruktur, yang banyak mengandalkan impor barang modal, berpotensi menghadapi lonjakan biaya.

Sebaliknya, sektor ekspor bisa mendapatkan keuntungan dari pelemahan rupiah, karena membuat produk Indonesia lebih kompetitif di pasar global.

Namun, Josua juga menekankan bahwa potensi manfaat bagi ekspor ini tetap sangat bergantung pada dua faktor utama: kondisi permintaan internasional dan adanya hambatan tarif di negara tujuan.

Langkah Bank Indonesia dan respons kebijakan lain

Penyesuaian BI terhadap suku bunga menunjukkan pendekatan antisipatif terhadap arah kebijakan global, khususnya kemungkinan penurunan suku bunga oleh The Fed pada semester kedua 2025.

Selain itu, tingkat inflasi domestik yang tetap terkendali di bawah 3% memberi ruang bagi BI untuk melonggarkan kebijakan moneternya.

"Selain itu, inflasi yang tetap terkendali dalam kisaran target BI (di bawah 3%) memberikan ruang pelonggaran kebijakan," ujar Josua.

Tak hanya BI, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga turut menyesuaikan kebijakan dengan menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP).

Kebijakan ini mengikuti tren penurunan bunga simpanan bank selama dua bulan terakhir serta memperhatikan kondisi likuiditas perbankan yang tergolong longgar.

Tujuannya adalah menjaga stabilitas keuangan sambil mengikuti dinamika pasar uang yang berkembang.

Dampak positif terhadap kredit dan sektor riil

Penurunan BI-Rate dan TBP diyakini akan memberikan angin segar bagi dunia usaha, terutama pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta sektor padat karya yang sensitif terhadap fluktuasi suku bunga.

"Penurunan BI-Rate dan TBP berpotensi mendorong permintaan kredit, terutama dari sektor UMKM dan padat karya yang sensitif terhadap suku bunga," ungkap Josua.

Dengan biaya pinjaman yang lebih ringan, pelaku usaha kecil memiliki peluang lebih besar untuk memperluas usaha, menjaga kelancaran arus kas, atau menyesuaikan diri dengan kenaikan biaya operasional seperti upah dan harga bahan baku.

Lebih jauh, kemudahan akses pembiayaan juga bisa membantu sektor padat karya dalam mempertahankan jumlah tenaga kerja serta meningkatkan kapasitas produksi.

Ini berpotensi mendorong pemulihan konsumsi rumah tangga dan mempercepat penyerapan tenaga kerja.

Menyeimbangkan pertumbuhan dan stabilitas

Kebijakan pelonggaran suku bunga oleh BI, didukung dengan langkah LPS, menunjukkan sinyal optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia.

Meski demikian, tantangan dari luar negeri tetap menjadi faktor yang perlu diwaspadai oleh pelaku pasar dan pembuat kebijakan.

Menjaga keseimbangan antara stabilitas nilai tukar dan dorongan pertumbuhan ekonomi akan menjadi ujian utama dalam periode mendatang.

Dalam konteks ini, sinergi antara kebijakan moneter, fiskal, dan sistem keuangan menjadi kunci untuk mengarahkan ekonomi ke jalur pemulihan yang berkelanjutan.

rupiah268

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT